Imagine dan hal-hal yang tak pernah usai
"imagine
there's no heaven. it' s easy if you try. no hell below us. above us only sky.
imagine all the people living for today...". Penggalan lagu imagine dari John Lennon yang diputar di warung kopi sore itu sedikit
meredam pikiranku dari hiruk pikuk dunia kampus, baik laporan magang yang belum
terselesaikan hingga politik kampus yang menggelitik. sejenak aku merasakan
suatu keadaan yang begitu rileks.
Suasana warung kopi itu mendadak hening. tidak ada suara kecuali nada-nada yang membentuk sebuah simfoni yang terangkai menjadi sebuah lagu bernama imagine itu. untuk beberapa saat, perlahan aku terseret ke dalam alam pikiranku sendiri. memasuki rangkaian lirik yang menjelma menjadi sebuah terowongan yang panjang. aku berjalan di dalam terowongan yang gelap itu. semakin jauh aku berjalan, semakin terlihat sebuah cahaya yang awalnya hanya sebuah titik putih, kemudian mulai membesar hingga menelan terowongan dan tubuhku. aku terseret cahaya putih itu, lalu aku tiba-tiba terlempar ke sebuah tempat yang sangat ku kenali, aku kembali ke warung kopi lagi.
Lagu imagine itu sudah berhenti. tapi alangkah kagetnya, saat aku
membuka mata dan tiba-tiba John lennon, sang legenda yang namanya dijadikan
nama sebuah jalan di Ukraina menggantikan nama Lennin sebelumnya itu duduk
tepat didepanku. aku mengucek mata memastikan apakah aku tidak salah lihat.
ternyata tidak, ia benar-benar ada didepanku. lalu aku menatapnya dengan tajam.
'bagaimana ia bisa datang disini?'
sekali lagi aku memandangnya, kali ini begitu detail. benar saja, ia tampak
begitu nyata. dan bahkan ia tidak terlihat tua. ia masih tetap muda dengan
rambut yang masih gondrong magak dan
tidak ketinggalan sebuah kacamata ikonik miliknya yang khas.
Perasaanku benar-benar tidak karuan.
aku ingin bertanya banyak hal, yang paling penting tentu kenapa ia bisa sampai
disini. tapi mendadak lidahku kelu dan yang bisa aku lakukan saat itu justru
menawarinya kopi. tapi ditolaknnya tawaranku itu dengan halus. ia lebih memilih
menyomot sebatang kretek milikku dan kemudian disulutnya kretek itu. nampaknya
ia agak heran dengan citarasanya. ku bilang bahwa itu adalah kretek bukan
rokok. sebuah warisan nusantara yang dihasilkan dari tembakau pilihan yang
ditanam di negeri yang bernama Indonesia. ku pikir ia akan bertanya dimana itu
negara Indonesia. tapi ternyata aku salah, John Lennon sangat mengenal
Indonesia. ia bahkan bertanya kabar Soekarno dan Gus Dur. ku jawab setengah tertunduk,
ku katakan jika Soekarno dan Gus Dur telah damai diperistirahatannya yang
terakhir. mendengar jawabanku, Lennon justru tertawa terpingkal-pingkal. sambil
mengelus pundakku, ia bilang bahwa Soekarno dan Gus Dur masih hidup, namun
tidak lagi mengurusi politik. mereka tinggal di pedalaman timur Indonesia, yang
masyarakatnya buta huruf dan bahkan tidak tahu jika mereka tinggal di negara
bernama Indonesia. mereka tidak tahu nama presiden, ibukota, apalagi meikarta.
mereka bahkan tidak tahu jika Soekarno dan Gus Dur adalah tokoh besar bangsa
ini.
Sulit sekali untuk mempercayai
cerita itu, sesulit mempercayai bahwa sosok John lennon itu ada dihadapanku dan
yang menceritakannya. namun aku terus menyimaknya. bahkan saat ia mulai
bercerita tentang lagunya, imagine.
benar kataku, lagu itu tidak lahir dari keisengan. lagu itu memiliki makna yang
dalam bagi john lennon. ia bercerita panjang lebar tentang proses kelahiran
lagu tersebut, hingga pesan yang ingin ia sampaikan pada dunia melalui lagunya
yang sederhana tapi penuh makna itu. ia tidak menjawab saat ku tanya apakah
pesan itu telah sampai sekarang? Lennon tidak menjawab, ia hanya diam dan
tertunduk lesu.
Aku kemudian teringat jika ada sebagian
yang mengartikan imagine adalah sebuah lagu tentang khayalan seseorang terhadap
suatu hal yang berbeda dengan kebanyakan orang lain khayalkan atau pikirkan.
ada juga yang mengartikan imagine
sebagai sebuah lagu yang anti agama. terlihat pada liriknya "and no
religion too".yang sama artinya dengan meniadakan agama atau menghendaki
kita semua untuk menjadi atheis dan saling mengasihi antar manusia tanpa perlu adanya
Tuhan. atau versi lain mengatakan jika agama hanya dijadikan kedok atau tameng
bagi seseorang atau golongan tertentu untuk menjalankan peperangan. apapun itu,
semua hanyalah sebuah tafsiran. dan kebenarannya tentu kembali kepada John
Lennon sendiri sebagai si empunya.
Sebelum pamit pergi, John Lennon
sempat berpesan padaku untuk tidak ikut-ikutan saling mengolok-olok apalagi
sampai berkelahi hanya karena perbedaan pandangan tentang suatu hal, entah
makna sebuah lagu atau apapun. aku hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. dan
entah kenapa saat mendengarkannya berpesan seperti itu, aku teringat perdebatan
panjang beberapa hari lalu di sosial media tentang boleh tidaknya seorang
muslim mengucapkan selamat natal.
John Lennon telah berlalu dari
hadapanku. sesaat setelah itu sebuah tangan menepuk pundakku. “mas bangun mas, warungnya mau ditutup”.
0 komentar: